AD (728x60)

Sabtu, 30 Agustus 2014

BERKHIDMAT DI TAMAN PAYAU PUSUNGNGE

Share & Comment

Gambar 1 Sahabat KKN Gel. 87 UH sedang berwisata tambak

Sobat akademisi Pusungnge, saat pertama kali mengetahui bahwa lokasi KKN gel. 87 bertempat di daerah pesisir, saya langsung memprediksi bahwa saya akan tinggal di wilayah dimana penduduknya menggantungkan hidup mereka pada hasil tambak berupa ikan, kepiting, udang, dan hewan tambak lainnya. Namun setelah dua hari menghabiskan hari di desa ini, saya baru tahu kalau masyarakat juga punya satu mata pencaharian alternatif yang sangat menjanjikan secara ekonomi, yaitu budidaya rumput laut di air payau, atau biasa penduduk sini terbiasa menyebutnya Sango-Sango. Saya dan tujuh teman KKN bersama dua bocah desa ditemani oleh seorang juragan tambak sekali waktu berkunjung di sebuah tambak yang produksi Sango-Sango-nya berjalan lancar. Nah, sobat akademisi Pusungnge mau mengetahui tentang budidaya rumput laut dan khususnya Sango-Sango lebih jauh? Bersama dengan kak Aslan, ilmuan rumput laut, kita akan mengarungi bumi tambak Pusungnge. Now check it out!

Jreng! Jreng! Jreng!

Istilah rumput laut sudah lazim dikenal dalam dunia perdagangan. Istilah ini merupakan terjemahan dari kata “seaweed”. Rumput laut sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman kekaisaran Shen Nung sekitar tahun 2700 sebelum masehi. Rumput laut pada masa itu dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan bahan makanan oleh masyarakat timur (China dan sekitarnya). Kemudian tahun 65 sebelum masehi rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan untuk alat-alat kecantikan pada masa kekaisaran Romawi. Rumput laut digunakan sebagai pupuk sejak abad ke 4 kemudian digunakan secara besar-besaran setelah abad ke 12 oleh Perancis, Irlandia dan Skotlandia. Secara ekonomis, rumput laut baru dimanfaatkan sekitar tahun 1670 di Cina. Pemanfaatan rumput laut di Indonesia pertama kali di ketahui oleh orang-orang Eropa pada tahun 1292 yang melayari perairan Indonesia, mereka mencatat bahwa penduduk yang mendiami pulau-pulau di nusantara telah mengumpulkan alga laut sejak berabad-abad lamanya untuk sayuran, namun penggunaanya masih sedikit dan terbatas pada keluarga nelayan saja. Secara resmi pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia mulai dirintis sejak tahun 1980-an guna merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir. (Aslan, 1998: 13-15).

Usaha budidaya rumput laut sendiri merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk menambah dan meningkatkan pendapatan petani (masyarakat pesisir) dengan cara mengendalikan perkembangan dan pemanenan rumput laut. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2001:13) “Pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal produk yang dihasilkan, mempunyai kegunaan yang beragam, tersedianya lahan untuk budidaya yang cukup luas serta mudahnya” teknologi budidaya yang diperlukan.


Macam-Macam Rumput Laut Bernilai Ekonomis Tinggi

Secara keseluruhan saat ini ada sekitar 555 jenis rumput laut di Indonesia, lebih dari 21 jenis diantaranya berguna dan dimanfaatkan sebagai makanan serta memiliki nilai ekonomis sebagai komoditas perdagangan. Jenis-jenis ini adalah kelompok penghasil agar-agar (Glacilaria sp, Gelidium sp dan Gelidiopsis sp) serta kelompok Carrageenan (Euchema spinosum dan Hypnea sp). Nah, Sango-Sango masuk di salah satu dari dua jenis rumput laut tersebut, sobat akademisi Pusngnge. Kata pengusaha tambak Pusungnge, Sango-Sango sendiri nantinya akan dieskpor ke Korea untuk dijadikan bahan industri makanan, obat-obatan dan kosmetik.

Habitat Budidaya Rumput Laut Glacilaria sp (Sango-Sango)

Budidaya rumput laut di didaerah perairan pantai ini biasanya dilakukan untuk daerah-daerah yang memilki lahan sempit dan padat akan penduduk sehingga pembukaan lahan sebagai tempat budidaya di perairan laut tersebut diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif terbaik untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di pesisir pantai. Sedangkan budidaya rumput laut di air payau atau di tambak di galakan guna memenuhi permintaan rumput laut yang semakin meningkat, khususnya untuk jenis Glacilaria sp (inilah yang orang namai Sango-Sango di desa ini, sobat). (Aslan, 1998:46-73)



Gambar 2 Rumput laut Sango-Sango sedang dikeringkan di tepi tambak

Walaupun habitat awal rumput laut Sango-Sango berasal dari laut namun karena tingkat toleransi hidup sampai pada batas salinitas 15 per mil bahkan 10 per mil maka jenis rumput laut ini dapat di budidayakan di tambak. Menurut departemen Perikanan (2001:25) Sango-Sango, merupakan salah satu komoditas andalan dalam program Departemen Perikanan dan Kelutan selain ikan kerapu, ikan nila dan udang windu. Selain itu usaha budidaya rumput laut ditambak menggunakan teknologi yang sangat sederhana namun daya serap pasarnya tinggi dan biaya relatif rendah, sehingga masyarakat petani nelayan dapat melakukanya secara perorangan.

Menurut Aslan (1998:73) Pembudidayaan rumput laut di tambak selain mudah dan murah jika dibandingkan dengan budidaya rumput laut di perairan laut juga memiliki keuntungan lainya diantaranya:

1.     Rumput laut terlindung dari pengaruh alam yang kurang menguntungkan seperti ombak dan arus laut yang kuat.
2.     Pengaturan ketinggian air mudah dilakukan
3.     Terhindar dari ikan dan binatang liar yang memakan rumput laut seperti penyu dan ikan baronang.
4.     Memungkinkan pemeliharaan rumput laut secara intensif dengan pemupukan
5.     Kemudahan mengontrol kualitas air khususnya salinitas
6.     Penjagaan keamanan di tambak lebih mudah dibandingkan di laut.
7.     Budidaya rumput laut di tambak dapat dilakukan secara monokultur atau polikultur yaitu percampuran ikan bandeng atau udang windu.
8.     Masa pemeliharaan cukup pendek, yaitu 6-8 minggu dengan produksi antara 1.500-2.000 kg/ha rumput laut kering

Pemilihan Lokasi Tambak

Untuk budidaya rumput laut ditambak membutuhkan beberapa persyaratan tertentu diantaranya adalah lokasi tambak. Lokasi tambak pembudidaya harus dekat dengan rumah penduduk, ini memudahkan dalam pengawasan maupun untuk memperoleh tenaga kerja lokasi tambak yang baik juga harus dekat dengan jalan raya untuk memudahkan pengangkutan baik pada masa persiapan, penanaman maupun pemanenan sekaligus memudahkan dalam pemasaran hasil produksi. Jauh dari kawasan industri untuk menghindari pencemaran khususnya pencemaran air dan tanah. Untuk pemilihan lokasi tambak lainya adalah areal pertambakan baiknya berada di wilayah yang landai dengan kemiringan berkisar antara 0 - 10o. Tinggi pasang – surut air laut berkisar antara 1,5 – 2,5 meter dengan kualitas air meliputi suhu 18 – 30 oC, salinitas 12 – 30 per mil, pH antara 6 – 9 dan kadar oksigen terlarut antara 3 – 8 ppm. Menurut Aslan (1998:71)

Penyediaan Bibit dan Penanaman Bibit

Bibit rumput laut dapat diperoleh baik dari alam maupun usaha budidaya dengan membeli pada petani tambak yang sudah melakukan budidaya rumput laut. atau diperoleh dari hasil panen sendiri yang telah diseleksi terlebih dahulu sebagai bibit yang baik. Bibit yang baik untuk budidaya rumput laut memiliki ciri-ciri warna hijau tidak kekuningan dan masih dalam kondisi segar pada saat penanaman. Metode penanaman yang biasa dilakukan untuk usaha budidaya rumput laut glacilaria sp di tambak adalah penanaman bibit ditambak pada umumnya dilakukan dengan broadcast method, dimana bibit di tebar langsung diseluruh bagian tambak. Bibit yang ditebar adalah bagian thallus yang masih muda, yang di dapatkan dengan cara membuang bagian-bagian pangkalnya, sedangkan bagian ujungnya ditebar kedalam tambak, karena bibit yang berasal dari bagian ujung lebih baik dari pada bagian pangkalnya. Penebaran bibit dengan menggunakan metode ini mempunyai keuntungan yaitu untuk material dan penanamanya relatif murah dan pengelolaanya pun murah. Padat penebaran 1 Ha berkisar 2 – 3 ton dan penebaran dilakukan pada waktu pagi atau sore hari. (Aslan, 1998: 82)

Pemeliharaan/Perawatan

Untuk mempertahankan salinitas dan nutrisi baru, perlu dilakukan pergantian air minimal setiap tiga hari sekali pada saat surut dan pasang. Pada musim kemarau pergantian air supaya dilakukan lebih sering untuk menghindari salinitas terlalu tinggi sebagai akibat dari penguapan air. Sedangkan pada musim hujan pergantian air harus diatur untuk menjaga salinitas dalam tambak tidak terlalu rendah. Karena itu pada saat pergantian air perlu diperhatikan salinitas air pada saluran pembagi/induk. Menurut Aslan (1998:82-83) “Perawatan atau pemeliharaan pada tambak dan tananan dapat dilakukan dengan membuang tanaman lain (rumput dan alga lainnya) serta kotoran lainnya dari dalam tambak supaya tidak nengganggu pertumbuhan rumput laut gracilaria (Sango-Sango) dan perawatan pintu-pintu air, saluran air dan perawatan pematang tambak”.

Panen dan Pascapanen

Panen dapat dilakukan setelah tanaman berusia sekitar 45 sampai 60 hari atau dengan memilih tanaman yang dianggap sudah cukup matang untuk dikeringkan, bahkan orang sini bisa mengadakan pemanenan dengan hanya 10 hari saja. Sedangkan tanaman yang masih belum matang atau bagian tanaman yang masih muda dipetik untuk kemudian ditanam kembali sebagai bibit baru. Sebelum dikeringkan hasil panen dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air tambak untuk menghilangkan lumpur dan kotoran lainnya.
Proses pengeringan langsung dengan sinar matahari biasanya dengan dialasi gedek, krey bambu, daun kelapa atau dengan menggunakan bahan lainnya.Untuk pengeringan selama musim penghujan biasanya dilakukan dengan mengangin-anginkan rumput laut di atas rak (dengan ketebalan setitar 5 sampai 8 cm.) atau dengan cara diikat dalam bentuk rumpun dan digantung di dalam gudang. Dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat pengering khusus, seperti menggunakan penghembus udara panas.



Gambar 3 Rumput Sango-Sango

Pengeringan diusahakan sampai pada kekeringan yang cukup dengan kandungan air sekitar 12%, sehingga pada saat penyimpanan, kandungan air pada rumput kembali menjadi sekitar maksimal 18%. Apabila diremas dan terasa sakit pada telapak tangan, artinya kekeringan rumput laut sudah cukup baik. Rumput yang telah kering biasanya diayak untuk merontokkan butir-butir garam halus dan debu (atau lumpur) yang masih melekat sekaligus melakukan sortir ulang. Hasil pengayakan tersebut kemudian dimasukan ke dalam karung dan penyimpanan dilakukan di gudang yang terhindar dari embun, air hujan atau air tawar lainnya. Gudang harus ditata sedemikian rupa, sehingga memiliki sirkulasi udara yang cukup baik. Pengepakan atau pengisian dalam karung dapat disesuaikan dengan permintaan pembeli dengan berat sekitar 50, 75 atau 100 kg. per karung/bal (Aslan, 1998: 88-89). (arm87)

*Referensi: http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/budidaya-rumput-laut-di-indonesia.html




Tags: , ,

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Popular Content

Recent Posts

Copyright © Cenrana Village | Designed by Templateism.com