Gambar
1 Sahabat KKN Gel. 87 UH sedang berwisata
tambak
Sobat
akademisi Pusungnge, saat pertama kali mengetahui bahwa lokasi KKN gel. 87
bertempat di daerah pesisir, saya langsung memprediksi bahwa saya akan tinggal
di wilayah dimana penduduknya menggantungkan hidup mereka pada hasil tambak
berupa ikan, kepiting, udang, dan hewan tambak lainnya. Namun setelah dua hari
menghabiskan hari di desa ini, saya baru tahu kalau masyarakat juga punya satu
mata pencaharian alternatif yang sangat menjanjikan secara ekonomi, yaitu
budidaya rumput laut di air payau, atau biasa penduduk sini terbiasa
menyebutnya Sango-Sango. Saya dan tujuh teman KKN bersama dua bocah desa
ditemani oleh seorang juragan tambak sekali waktu berkunjung di sebuah tambak
yang produksi Sango-Sango-nya berjalan lancar. Nah, sobat akademisi Pusungnge mau
mengetahui tentang budidaya rumput laut dan khususnya Sango-Sango lebih jauh?
Bersama dengan kak Aslan, ilmuan rumput laut, kita akan mengarungi bumi tambak
Pusungnge. Now check it out!
Jreng! Jreng! Jreng!
Istilah rumput
laut sudah lazim dikenal dalam dunia perdagangan. Istilah ini merupakan
terjemahan dari kata “seaweed”. Rumput laut sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh
manusia sejak zaman kekaisaran Shen Nung sekitar tahun 2700 sebelum masehi.
Rumput laut pada masa itu dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan bahan makanan
oleh masyarakat timur (China dan sekitarnya). Kemudian tahun 65 sebelum masehi
rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan untuk alat-alat kecantikan pada masa
kekaisaran Romawi. Rumput laut digunakan sebagai pupuk sejak abad ke 4 kemudian
digunakan secara besar-besaran setelah abad ke 12 oleh Perancis, Irlandia dan
Skotlandia. Secara ekonomis, rumput laut baru dimanfaatkan sekitar tahun 1670
di Cina. Pemanfaatan rumput laut di Indonesia pertama kali di ketahui oleh
orang-orang Eropa pada tahun 1292 yang melayari perairan Indonesia, mereka
mencatat bahwa penduduk yang mendiami pulau-pulau di nusantara telah
mengumpulkan alga laut sejak berabad-abad lamanya untuk sayuran, namun
penggunaanya masih sedikit dan terbatas pada keluarga nelayan saja. Secara
resmi pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia mulai dirintis sejak tahun
1980-an guna merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir. (Aslan,
1998: 13-15).
Usaha budidaya
rumput laut sendiri merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk menambah dan
meningkatkan pendapatan petani (masyarakat pesisir) dengan cara mengendalikan
perkembangan dan pemanenan rumput laut. Menurut Departemen Kelautan dan
Perikanan (2001:13) “Pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu
alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal
produk yang dihasilkan, mempunyai kegunaan yang beragam, tersedianya lahan
untuk budidaya yang cukup luas serta mudahnya” teknologi budidaya yang
diperlukan.
Macam-Macam Rumput Laut Bernilai Ekonomis Tinggi
Secara
keseluruhan saat ini ada sekitar 555 jenis rumput laut di Indonesia, lebih dari
21 jenis diantaranya berguna dan dimanfaatkan sebagai makanan serta memiliki
nilai ekonomis sebagai komoditas perdagangan. Jenis-jenis ini adalah kelompok
penghasil agar-agar (Glacilaria sp, Gelidium sp dan Gelidiopsis sp) serta
kelompok Carrageenan (Euchema spinosum dan Hypnea sp). Nah, Sango-Sango masuk
di salah satu dari dua jenis rumput laut tersebut, sobat akademisi Pusngnge.
Kata pengusaha tambak Pusungnge, Sango-Sango sendiri nantinya akan dieskpor ke
Korea untuk dijadikan bahan industri makanan, obat-obatan dan kosmetik.
Habitat Budidaya Rumput Laut Glacilaria sp
(Sango-Sango)
Budidaya rumput laut di didaerah perairan pantai
ini biasanya dilakukan untuk daerah-daerah yang memilki lahan sempit dan padat
akan penduduk sehingga pembukaan lahan sebagai tempat budidaya di perairan laut
tersebut diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif terbaik untuk membuka
lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di pesisir pantai. Sedangkan budidaya
rumput laut di air payau atau di tambak di galakan guna memenuhi permintaan
rumput laut yang semakin meningkat, khususnya untuk jenis Glacilaria sp (inilah
yang orang namai Sango-Sango di desa ini, sobat).
(Aslan, 1998:46-73)
Gambar
2 Rumput laut Sango-Sango sedang dikeringkan di tepi
tambak
Walaupun
habitat awal rumput laut Sango-Sango berasal dari laut namun karena tingkat
toleransi hidup sampai pada batas salinitas 15 per mil bahkan 10 per mil maka
jenis rumput laut ini dapat di budidayakan di tambak. Menurut departemen
Perikanan (2001:25) Sango-Sango,
merupakan salah satu komoditas andalan dalam program Departemen Perikanan dan
Kelutan selain ikan kerapu, ikan nila dan udang windu. Selain itu usaha
budidaya rumput laut ditambak menggunakan teknologi yang sangat sederhana namun
daya serap pasarnya tinggi dan biaya relatif rendah, sehingga masyarakat petani
nelayan dapat melakukanya secara perorangan.
Menurut Aslan
(1998:73) Pembudidayaan rumput laut di tambak selain mudah dan murah jika
dibandingkan dengan budidaya rumput laut di perairan laut juga memiliki
keuntungan lainya diantaranya:
1.
Rumput laut
terlindung dari pengaruh alam yang kurang menguntungkan seperti ombak dan arus
laut yang kuat.
2.
Pengaturan ketinggian
air mudah dilakukan
3.
Terhindar dari ikan
dan binatang liar yang memakan rumput laut seperti penyu dan ikan baronang.
4.
Memungkinkan
pemeliharaan rumput laut secara intensif dengan pemupukan
5.
Kemudahan mengontrol
kualitas air khususnya salinitas
6.
Penjagaan keamanan di
tambak lebih mudah dibandingkan di laut.
7.
Budidaya rumput laut
di tambak dapat dilakukan secara monokultur atau polikultur yaitu percampuran
ikan bandeng atau udang windu.
8.
Masa pemeliharaan
cukup pendek, yaitu 6-8 minggu dengan produksi antara 1.500-2.000 kg/ha rumput
laut kering
Pemilihan Lokasi Tambak
Untuk budidaya
rumput laut ditambak membutuhkan beberapa persyaratan tertentu diantaranya
adalah lokasi tambak. Lokasi tambak
pembudidaya harus dekat dengan rumah penduduk, ini memudahkan dalam pengawasan
maupun untuk memperoleh tenaga kerja lokasi tambak yang baik juga harus dekat
dengan jalan raya untuk memudahkan pengangkutan baik pada masa persiapan,
penanaman maupun pemanenan sekaligus memudahkan dalam pemasaran hasil produksi.
Jauh dari kawasan industri untuk menghindari pencemaran khususnya pencemaran
air dan tanah. Untuk pemilihan lokasi tambak lainya adalah areal pertambakan
baiknya berada di wilayah yang landai dengan kemiringan berkisar antara 0 -
10o. Tinggi pasang – surut air laut berkisar antara 1,5 – 2,5 meter dengan
kualitas air meliputi suhu 18 – 30 oC, salinitas 12 – 30 per mil, pH antara 6 –
9 dan kadar oksigen terlarut antara 3 – 8 ppm. Menurut Aslan (1998:71)
Penyediaan Bibit dan Penanaman Bibit
Bibit rumput
laut dapat diperoleh baik dari alam maupun usaha budidaya dengan membeli pada
petani tambak yang sudah melakukan budidaya rumput laut. atau diperoleh dari
hasil panen sendiri yang telah diseleksi terlebih dahulu sebagai bibit yang
baik. Bibit yang baik untuk budidaya rumput laut memiliki ciri-ciri warna hijau
tidak kekuningan dan masih dalam kondisi segar pada saat penanaman. Metode penanaman yang biasa dilakukan untuk
usaha budidaya rumput laut glacilaria sp di tambak adalah penanaman bibit
ditambak pada umumnya dilakukan dengan broadcast method, dimana bibit di tebar
langsung diseluruh bagian tambak. Bibit yang ditebar adalah bagian thallus yang
masih muda, yang di dapatkan dengan cara membuang bagian-bagian pangkalnya,
sedangkan bagian ujungnya ditebar kedalam tambak, karena bibit yang berasal
dari bagian ujung lebih baik dari pada bagian pangkalnya. Penebaran bibit
dengan menggunakan metode ini mempunyai keuntungan yaitu untuk material dan
penanamanya relatif murah dan pengelolaanya pun murah. Padat penebaran 1 Ha
berkisar 2 – 3 ton dan penebaran dilakukan pada waktu pagi atau sore hari.
(Aslan, 1998: 82)
Pemeliharaan/Perawatan
Untuk
mempertahankan salinitas dan nutrisi baru, perlu dilakukan pergantian air
minimal setiap tiga hari sekali pada saat surut dan pasang. Pada musim kemarau
pergantian air supaya dilakukan lebih sering untuk menghindari salinitas
terlalu tinggi sebagai akibat dari penguapan air. Sedangkan pada musim hujan
pergantian air harus diatur untuk menjaga salinitas dalam tambak tidak terlalu
rendah. Karena itu pada saat pergantian air perlu diperhatikan salinitas air
pada saluran pembagi/induk. Menurut Aslan (1998:82-83) “Perawatan atau pemeliharaan pada tambak dan tananan dapat dilakukan
dengan membuang tanaman lain (rumput dan alga lainnya) serta kotoran lainnya
dari dalam tambak supaya tidak nengganggu pertumbuhan rumput laut gracilaria
(Sango-Sango) dan perawatan pintu-pintu air, saluran air dan perawatan pematang
tambak”.
Panen dan Pascapanen
Panen dapat
dilakukan setelah tanaman berusia sekitar 45 sampai 60 hari atau dengan memilih
tanaman yang dianggap sudah cukup matang untuk dikeringkan, bahkan orang sini
bisa mengadakan pemanenan dengan hanya 10 hari saja. Sedangkan tanaman yang
masih belum matang atau bagian tanaman yang masih muda dipetik untuk kemudian
ditanam kembali sebagai bibit baru. Sebelum dikeringkan hasil panen dicuci
terlebih dahulu dengan menggunakan air tambak untuk menghilangkan lumpur dan
kotoran lainnya.
Proses pengeringan langsung dengan sinar matahari
biasanya dengan dialasi gedek, krey bambu, daun kelapa atau dengan menggunakan
bahan lainnya.Untuk pengeringan selama musim penghujan biasanya dilakukan
dengan mengangin-anginkan rumput laut di atas rak (dengan ketebalan setitar 5
sampai 8 cm.) atau dengan cara diikat dalam bentuk rumpun dan digantung di
dalam gudang. Dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat pengering khusus,
seperti menggunakan penghembus udara panas.
Gambar
3 Rumput
Sango-Sango
Pengeringan diusahakan sampai pada kekeringan yang
cukup dengan kandungan air sekitar 12%, sehingga pada saat penyimpanan,
kandungan air pada rumput kembali menjadi sekitar maksimal 18%. Apabila diremas
dan terasa sakit pada telapak tangan, artinya kekeringan rumput laut sudah
cukup baik. Rumput yang telah kering biasanya diayak untuk merontokkan
butir-butir garam halus dan debu (atau lumpur) yang masih melekat sekaligus
melakukan sortir ulang. Hasil pengayakan tersebut kemudian dimasukan ke dalam
karung dan penyimpanan dilakukan di gudang yang terhindar dari embun, air hujan
atau air tawar lainnya. Gudang harus ditata sedemikian rupa, sehingga memiliki
sirkulasi udara yang cukup baik. Pengepakan atau pengisian dalam karung dapat
disesuaikan dengan permintaan pembeli dengan berat sekitar 50, 75 atau 100 kg.
per karung/bal (Aslan, 1998: 88-89). (arm87)
*Referensi: http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/budidaya-rumput-laut-di-indonesia.html
0 komentar:
Posting Komentar