AD (728x60)

Sabtu, 30 Agustus 2014

PUSUNGNGE, SERPIHAN KHAZANAH DESA PESISIR NUSANTARA

Share & Comment
Terletak di bumi Sulawesi Selatan, sekitar empat jam dari ibu kota Makassar sampai tiba di kecamatan Cenrana Kabupaten Bone kemudian dilanjutkan dengan perjalanan menempuh jalur sungai aliran danau Tempe, dengan menaiki perahu katinting sekitar tiga puluh menit, tibalah anda di desa Pusungnge, salah satu desa pesisir Bone. Desa yang dimekarkan pada tahun 1993 ini terbagi menjadi dua dusun, yaitu dusun I dan dusun II (penduduk lokal menamai dusun II Nipa-nipa). Dengan jumlah kepala keluarga yang mencapai seratusan lebih, salah satu desa dari 333 desa yang ada di Bone ini berhasil dimerkarkan dan mendapat jatah dana pemekaran desa dari pemerintah daerah. Sebagian daratan kecamatan Cenrana yang hanya mempunyai 1 kelurahan saja dan 15 desa diselimuti oleh tambak atau empang yang menjadi tempat mata pencaharian utama hampir seluruh warga setempat, termasuk desa 

Pusungnge. Beberapa warga mempunyai empang sendiri atau empang yang dikontrak untuk dikelola, beberapa lainnya bekerja kepada pemilik empang sebagai pekerja empang. produksi empang pun di desa ini cukup besar sampai terkenal pada skala nasional hingga internasional. Hasil-hasil empang tersebut meliputi berbagai jenis ikan, udang, kepiting, dan yang paling baru dan diminati warga adalah bertani Sango-sango, semacam pertanian rumput laut yang tumbuh di air payau, biasanya di tambak. Anak muda usia remaja pun banyak yang memilih untuk mengambil profesi ini di umur produktif mereka untuk belajar di sekolah atau perguruan tinggi. Setiap bulan mereka rata-rata bisa memeroleh penghasilan kira-kira 2-3 juta per bulan dengan bekerja sebagai buruh membantu pemilik empang untuk merawat dan memanen hasil empangnya. Mereka bekerja dari pukul 8 pagi hingga 3 siang.


Gambar 1 Salah satu tambak warga Nipa-Nipa, dusun II Desa Pusungnge

Adapun pemilik empang, kalau kondisi empang dan cuaca mendukung, mereka bisa memeroleh penghasilan kotor sekira 90 juta rupiah persepuluh hari panen, tentunya dengan hasil empang yang dibarengi dengan Sango-sango, rumput laut yang pengelolaannya tidak begitu sulit dan dihargai oleh pasaran cukup tinggi hingga diekspor ke luar negeri misalnya Korea untuk kemudian diolah menjadi bahan makanan atau kosmetik. Tidak sama seperti beberapa desa lainnya di Cenrana dimana orang biasa menggunakan sawah tadah hujan untuk bertani di kala kemarau, empang menjadi satu-satunya sumber kehidupan utama di Pusungnge apapun musimnya.

Di desa yang memiliki aktivitas produksi komoditi ekspor dari kabupaten Bone ini, masyarakat cukup apatis terhadap pendidikan. Kalau anda berkunjung ke desa ini, anda akan kesulitan untuk menemukan anak berseragam SMA, hanya beberapa barisan anak SD dan sejumlah kecil anak SMP yang kelihatan menunggu perahu kala pagi hari untuk menyeberangi sungai ke sekolah mereka yang berlokasi di desa lain. Di desa Pusungnge, hanya ada satu sekolah yaitu yang ada di dusun II, Nipa-nipa. Jaraknya cukup jauh dari dusun I ditempuh dengan perahu katinting selama sekitar 15 menit. Inipun sekedar berupa bangunan sekolah yang berdiri mungil dari kayu terdiri dari dua kelas. Tenaga pengajar pun cukup terbatas kata salah seorang anggota keluarga kepala dusun II yang tinggal di sekitar sekolah. Mereka yang SMP dan SMA mesti menyeberang ke desa lain untuk bersekolah, bahkan tidak sedikit anak SD yang tinggal di dusun I memilih untuk hengkang bersekolah ke desa lain di luar Pusungnge dengan alasan kualitas yang lebih baik, ada juga karena jarak yang memang lebih dekat dibanding bersekolah di dusun II. Bahkan ada juga yang mesti menjatuhkan pilihan untuk menenteng jaring ke empang membantu orang tua meng-empang daripada menenteng tas ke sekolah. Namun demikian, anak-anak di Pusungnge memiliki antusiasme dan potensi yang sangat tinggi dalam hal pendidikan. Mereka sangat bersemangat ketika belajar. Untuk kegiatan hiburan di kampung ini, masyarakat terutama anak muda biasa menghabiskan waktu dengan olahraga-olahraga seperti sepak bola, sepak takraw, bola voli, dan bulu tangkis. Adapun hiburan lainnya, televisi beserta siaran-siaran nasional dan mancanegara sudah dapat diakses warga dengan antena parabola. Melihat kemampuan akses informasi yang cukup tinggi ini, tidak semestinya masyarakat di sini dinyatakan tertinggal.

Untuk transportasi, perahu menjadi kendaraan utama warga setempat untuk mobilisasi dari satu desa ke desa lain, hingga ke kecamatan. Di Pusungnge sendiri, layaknya desa tulen, hampir tidak pernah anda akan melihat motor, apalagi mobil.  
Sebagai gantinya, anda akan mendapati tiap rumah memiliki perahu  Katinting sebagai alat transportasi utama mereka menyeberangi sungai besar Cenrana yang terparkir rapi di pinggir sungai. Katinting adalah semacam perahu buatan tangan manusia pada umumnya yang panjangnya 3-4 meter yang menggunakan mesin berbahanbakar bensin dan memuat 3-4 orang. Katinting dikemudikan oleh satu orang di bagian belakang perahu. Untuk angkutan umum, warga menggunakan perahu katinting yang lebih panjang guna memuat 10-15 orang, yang mereka sebut dengan Taxi. Taxi dapat dijumpai di dermaga-dermaga setiap desa, termasuk di pasar.

Lahan taman desa di desa ini kurang, mengingat daratan desa yang dipenuhi dengan pasir, jadi tanaman-tanaman hias agak sulit ditemui. Namun dengan mengarungi desa Pusungnge, mata anda tetap akan dimanjakan dengan tumbuhan-tumbuhan pesisir yang tumbuh bebas di berbagai tempat, misalnya kelapa, mangrove, dan beberapa lainnya.


Gambar 2 Pematang tambak warga Nipa-Nipa, Dusun II Desa Pusungnge


P

Tags: , , ,

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Popular Content

Recent Posts

Copyright © Cenrana Village | Designed by Templateism.com